• 0511-3354527
  • 0511-3364615
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Senin s/d Jumat 08.00 A.M - 16.30 P.M

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive

PROFIL PEJABAT FUNGSIONAL


Dewi Ariana, SE

NIP. 19850304 200805 2 001

Penata Muda Tk. I (III/b)

Pranata Keuangan APBN Mahir

Pelaksana Pada Sub Bagian Keuangan dan Pelaporan


Annisa Nur Rahmatika, S.I.P.

NIP. 19950618 202012 2 006

Penata Muda Tk. I (III/b)

Analis Sumber Daya Manusia Aparatur Ahli Pertama

Pelaksana Pada Sub Bagian Kepegawaian dan Teknologi Informasi


User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active

Pengaduan Anda dijamin Peraturan Mahkamah Agung RI No. 9 Tahun 2016tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di bawahnya

Pengaduan adalah laporan yang mengandung informasi atau indikasi terjadinya Pelanggaran terhadap Kode Etik dan pedoman perilaku Hakim, Pelanggaran Kode Etik dan pedoman perilaku Panitera dan Jurusita, Pelanggaran terhadap Kode Etik dan kode perilaku pegawai Aparatur Sipil Negara, Pelanggaran hukum acara atau Pelanggaran terhadap disiplin Pegawai Negeri Sipil atau peraturan disiplin militer, administrasi dan pelayanan publik dan/atau Pelanggaran pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara.

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive

PROSEDUR EKSEKUSI

EKSEKUSI

Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu dengan bantuan kekuatan umum.

Tahap-Tahap Pelaksanaan Eksekusi:

  1. Permohonan Eksekusi;
  2. Telaah terhadap permohonan eksekusi dilaksanakan oleh Panitera Muda atau Tim yang ditugaskan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam resume telaah eksekusi;
  3. Apabila hasil resume telaah eksekusi permohonan tersebut dapat dilaksanakan, maka dilakukan penghitungan panjar biaya eksekusi dan  pemohon eksekusi dipersilahkan untuk melakukan pembayaran;
  4. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan peringatan eksekusi/Aanmaning setelah lebih dahulu ada permintaan eksekusi dari Pemohon Eksekusi (Penggugat/Pihak yang menang perkara), dengan mendasarkan pada Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg. Penetapan peringatan eksekusi berisi perintah kepada Panitera/Juru sita/Juru sita Pengganti untuk memanggil pihak termohon eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) untuk diperingatkan agar supaya memenuhi atau  menjalankan putusan.
  5. Apabila termohon eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) tidak hadir tanpa alasan setelah dipanggil secara sah dan patut, maka proses eksekusi dapat langsung diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri tanpa sidang insidentil untuk memberi peringatan, kecuali Ketua Pengadilan menganggap perlu untuk dipanggil sekali lagi.
  6. Peringatan eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri harus dilakukan dalam pemeriksaan sidang insidentil, dibantu oleh Panitera, dengan dihadiri pihak termohon eksekusi (Tergugat/pihak yang kalah), serta apabila dipandang perlu dapat menghadirkan pemohon eksekusi (penggugat/pihak yang menang perkara).
  7. Peringatan eksekusi dalam sidang insidentil tersebut dicatat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Panitera.
  8. Dalam peringatan eksekusi tersebut Ketua Pengadilan Negeri memperingatkan termohon eksekusi (tergugat/pihak yang kalah) agar memenuhi atau melaksanakan isi putusan paling lama 8 (delapan) hari terhitung sejak diberikan peringatan.
  9. Apabila tenggang waktu terlampaui, dan tidak ada keterangan atau pernyataan dari pihak yang kalah tentang pemenuhan putusan, maka sejak saat itu pemohon dapat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk
    menindak lanjuti permohonan eksekusi tanpa harus mengajukan permohonan ulang dari pihak yang menang (Pasal 197 ayat 1 HIR/Pasal 208 ayat 1 RBg).
  10. Apabila perkara sudah dilakukan sita jaminan (conservatoir beslaag), maka tidak perlu diperintahkan lagi sita eksekusi (executorial beslaag). Dan apabila dalam perkara tersebut tidak dilakukan sita jaminan sebelumnya, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan penetapan sita eksekusi. Dalam hal eksekusi pengosongan tidak selalu diletakkan sita eksekusi, dapat langsung dilaksanakan pengosongan tanpa penyitaan.
  11. Dalam hal melaksanakan putusan yang memerintahkan untuk melakukan pengosongan (eksekusi riil), maka hari dan tanggal pelaksanaan pengosongan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, setelah dilakukan rapat koordinasi dengan aparat keamanan.
  12. Apabila termohon eksekusi merupakan unsur TNI (yang masih aktif atau yang telah purnawirawan), maka harus melibatkan pengamanan Polisi Militer (PM).
  13. Sebelum melakukan eksekusi pengosongan, terlebih dahulu dilakukan peninjauan lokasi tanah atau bangunan yang akan dikosongkan dengan melakukan pencocokan (konstatering) guna memastikan batas-batas dan
    luas tanah yang bersangkutan sesuai dengan penetapan sita atau yang tertuang dalam amar putusan dengan dihadiri oleh panitera, jurusita/jurusita pengganti, pihak berkepentingan, aparat setempat dan jika diperlukan
    menghadirkan petugas Badan Pertanahan Nasional, serta dituangkan dalam Berita Acara.
  14. Dalam hal melakukan pemberitahuan eksekusi pengosongan dilakukan melalui surat (Surat Pemberitahuan) kepada pihak termohon eksekusi, harus dengan memperhatikan jangka waktu yang memadai dari tanggal pemberitahuan sampai pelaksanaan pengosongan.
  15. Pengosongan dilaksanakan dan dilakukan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, dengan cara yang persuasif dan tidak arogan. Misalnya dengan memerintahkan pemohon eksekusi menyiapkan gudang penampungan guna menyimpan barang milik termohon eksekusi dalam waktu yang ditentukan, atas biaya pemohon.
  16. Setelah pengosongan selesai dilaksanakan, tanah atau bangunan yang dikosongkan, maka pada hari itu juga segera diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya yang dituangkan berita acara penyerahan, dengan dihadiri oleh aparat.

 

Syarat Permohonan Teguran (Aanmaning)/ Eksekusi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung

  1. Permohonan Teguran (aanmaning)/eksekusi diajukan secara tertulis yang
    ditanda tangani oleh Pemohon Eksekusi atau kuasanya dengan melampirkan
    surat kuasa khusus yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Hukum.
  2. Surat permohonan aanmaning/eksekusi berisi:Identitas Pemohon Eksekusi dan Termohon Eksekusi (sesuai Identitas diri/KTP); Uraian singkat duduk perkara dan alasan permohonan; Obyek perkara; Amar putusan Pengadilan tingkat pertama sampai dengan terakhir; Tanggal penerimaan pemberitahuan putusan kepada pihak Pemohon;
  3. Surat Permohonan dilampiri dengan: Fotocopy salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sesuai
    dengan fotocopy (cap stempel basah PN); Surat kuasa khusus, jika permohonan diajukan oleh kuasa; Relaas pemberitahuan putusan kepada pihak Pemohon; Surat pernyataan dari pemohon bahwa obyek eksekusi tidak terkait dengan perkara lain” (misalnya Perkara TUN, Pidana, Tipikor); Surat-surat lain yang dipandang perlu (apabila ada).

 

Syarat Permohonan Teguran (Aanmaning)/Eksekusi terhadap Akta
Perdamaian (Acta van dading)

  1. Permohonan aanmaning/eksekusi ditanda tangani oleh prinsipal pemohon atau kuasanya dengan melampirkan surat kuasa khusus.
  2. Surat Permohonan aanmaning/eksekusi berisi: Identitas pemohon dan termohon (sesuai dengan Identitas diri/KTP); Uraian singkat akte perdamaian dan alasan permohonan; Obyek perdamaian.
  3. Surat Permohonan dilampiri dengan : Fotocopy Akta Perdamaian (acta van dading) sesuai dengan aslinya
    (stempel basah PN); Surat-surat lain yang dipandang perlu (apabila ada).

EKSEKUSI AKHIR PENYELESAIAN PERKARA

              Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali.

              Eksekusi dapat pula dilaksanakan terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV). Obyek eksekusi termasuk juga tentang : Putusan perdamaian, grosse akta notarial,  jaminan (objek gadai, hak tanggungan, fidusia, sewa beli, leasing, putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa yaitu putusan arbitrase Nasional/Internasional, putusan BPSK, putusan P4D/P4P, putusan KPPU, putusan KIP, Mahkamah Pelayaran, Alternative Dispute Resolution (ADR), dan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

              Adapun menurut jenisnya eksekusi meliputi : Eksekusi riil, eksekusi melakukan pembayaran sejumlah uang, eksekusi melakukan sesuatu perbuatan, eksekusi parate atas benda jaminan, dan eksekusi melakukan pemulihan lingkungan.

              Pelaksanaan putusan yang bersifat “condemnatoir (penghukuman) secara paksa oleh pengadilan negeri dengan diterbitkannya suatu “Penetapan Eksekusi” oleh ketua pengadilan disebabkan pihak yang kalah berperkara  (Termohon Eksekusi), tidak bersedia secara sukarela melaksanakan amar putusan setelah dilakukan peneguran dalam batas waktu selama 8 (delapan) hari (aanmaning).

             Dalam praktek pelaksana eksekusi di tempat obyek eksekusi dilakukan oleh “Panitera” atau sering kali dilaksanakan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah perintah, pimpinan, dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi harus diselesaikan secara tuntas dan hasilnya diserahkan kepada Pemohon Eksekusi, kecuali di lapangan terdapat kendala seperti : kondisi keamanan tidak kondusif. Lain halnya apabila obyek eksekusi : Tidak jelas batas-batasnya, tidak sesuai dengan barang yang disebut dalam amar putusan,  telah musnah, telah berubah statusnya menjadi tanah Negara atau berada di tangan pihak ketiga, maka putusan tersebut tidak dapat dieksekusi dan dinyatakan “non executable” oleh pengadilan negeri dengan suatu penetapan. 

Hambatan Eksekusi

            Pada dasarnya pengadilan negeri berupaya memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan akurat dalam penanganan masalah eksekusi. Namun pada realitanya, adakala dijumpai berbagai faktor hambatan dalam pelaksanaan putusan tersebut.

            Terkendalanya kelancaran eksekusi disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :

  1. Adanya perlawanan dari pihak ketiga sebelum eksekusi dilaksanakan. Eksekusi ditunda hingga terdapat putusan perlawanan di pengadilan tingkat pertama yang menyatakan menolak dan eksekusi dilanjutkan sekalipun ada upaya hukum. Sebaliknya apabila perlawanan dikabulkan eksekusi ditangguhkan sampai putusan perlawanan tersebut berkekuatan hukum tetap.
  2. Eksekusi terhenti sampai proses peneguran selesai, sekalipun Termohon Eksekuasi tidak bersedia melaksanakan putusan secara mandiri. Pelaksanaan paksa putusan tidak dapat dilanjutkan karena Pemohon Eksekusi pasif dan tidak menyetor biaya untuk kepentingan pembiayaan melanjutkan proses eksekusi. Oleh karena itu pengadilan negeri dalam menghitung panjar biaya eksekusi jangan terbatas untuk biaya teguran saja, tetapi biaya menyeluruh sampai pelaksanaan eksekusi selesai.
  3. Selesai tahap aanmaning Pemohon Eksekusi tidak melaporkan kepada pengadilan negeri bahwa Termohon Eksekusi telah menyelesaikan apa yang termuat dalam amar putusan kepada Pemohon Eksekusi. Pengadilan negeri pun bersikap pasif, padahal perkara eksekusi tersebut menjadi tunggakan sebagaimana tersurat dalam Buku Register Eksekusi.
  4. Obyek eksekusi milik Negara atau telah berpindah kepada pihak ketiga sehingga tidak dapat dilakukan sita eksekusi.
  5. Obyek eksekusi telah berubah menjadi barang milik Negara.
  6. Pemohon Eksekusi tidak dapat menunjukan asset Termohon Eksekusi untuk dilakukan sita eksekusi.
  7. Persyaratan lelang eksekusi belum sepenuhnya dipenuhi oleh Pemohon Eksekusi sehingga pelaksanaan lelang eksekusi tertunda.
  8. Setelah permohonan eksekusi diterima pengadilan negeri, namun Pemohon Eksekusi belum membayar biaya panjar eksekusi yang jumlahnya telah ditentukan dalam SKUM.
  9. Obyek eksekusi tersangkut perkara lain.
  10. Aspek kemanusiaan seperti harus membongkar rumah Termohon Eksekusi yang berada di atas tanah obyek eksekusi.

Proses Eksekusi

            Surat permohonan eksekusi yang memuat alasan-alasan secara tepat dan benar, diajukan oleh Pemohon Eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang semula memutus perkara tersebut, sekalipun obyek eksekusi terdapat di pengadilan negeri lain. Setelah permohonan diteliti dan dihitung besarnya panjar biaya eksekusi, maka dikeluarkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) oleh petugas pengadilan yang diserahkan kepada Pemohon Eksekusi untuk dibayar dengan cara transfer melalui bank yang jumlahnya sesuai slip setoran panjar biaya eksekusi.

           Bukti setoran dari bank oleh Pemohon Eksekusi diserahkan kepada petugas Kepaniteraan Perdata, kemudian dicatat dalam Buku Jurnal Keuangan Eksekusi. Selain dicatat pula dalam Register Permohonan Eksekusi, sekaligus diberikan penomoran perkara eksekusi.

           Selanjutnya pengadilan negeri menyiapkan penetapan peneguran (aanmaning) yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri berisi penentuan tanggal pemanggilan terhadap Termohon Eksekusi untuk dilakukan peneguran agar memenuhi amar putusan pengadilan yang telah menghukum dirinya. Pelaksana pemanggilan untuk kegiatan peneguran ini adalah Jurusita atau Jurusita Pengganti yang menyampaikan relaas panggilan kepada Termohon Eksekusi.

           Pada waktu yang ditentukan Termohon Eksekusi datang menghadap pengadilan, Ketua Pengadilan Negeri menyampaikan kepada Termohon Eksekusi agar memenuhi isi putusan secara sukarela dengan diberi tenggang waktu 8 (delapan) hari terhitung sejak teguran dilakukan. Teguran ini merupakan tindakan yuridis pengadilan dan sebagai dasar untuk pelaksanaan eksekusi sehingga harus dibuatkan Berita Acara Aanmaning yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Panitera.

          Dengan berakhirnya waktu yang ditentukan tersebut Termohon Eksekuasi tetap tidak memenuhi putusan, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan eksekusi berupa perintah kepada Panitera atau jika berhalangan diganti oleh wakilnya yang sah disertai 2 (dua) orang saksi untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut.

          Dalam hal pada waktu perkara di pengadilan negeri berlangsung tidak dilakukan sita jaminan terhadap obyek perkara atau harta milik tergugat, maka sita eksekusi dapat dilakukan oleh pengadilan negeri atas permohonan Pemohon Eksekusi. Berita Acara Sita Eksekusi yang ditandatangani oleh Jurusita dan saksi-saksi antara lain memuat bahwa barang-barang yang disita tidak boleh dipindah tangankan, dijual atau digelapkan, perlu diberitahukan kepada Kelurahan setempat untuk dicatat dan diumumkan. Juga untuk benda tetap (tanah berikut bangunan) diberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

          Sebelum eksekusi dilaksanakan dapat dilakukan terlebih dahulu tindakan tentang pencocokan tentang batas, luas dan kondisi terhadap harta milik Termohon Eksekusi yang didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Negeri tentang “Constatering” setelah menerima permohonan dari Pemohon Eksekusi. Hasil pencocokan obyek eksekusi tersebut dibuatkan berita acaranya yang ditandatangani oleh Jurusita dan saksi-saksi, serta diketahui oleh Termohon Eksekusi dan Pemohon Eksekusi.

         Tahap berikut sebagai puncaknya adalah pelaksanaan eksekusi. Untuk eksekusi pengosongan dan penyerahan barang tak bergerak, sebelumnya didahului dengan rapat koordinasi pengamanan dengan aparat keamanan Kepolisian dan kekuatan umum lainnya yang akan membantu pengamanan pada waktu pelaksanaan eksekusi.

         Berbeda untuk eksekusi pembayaran uang, upaya paksanya dengan penjualan lelang harta kekayaan tergugat dengan didasarkan pada penetapan lelang dan ditentukan harga limitnya. Berkas lelang dan permintaan jadwal lelang dikirim ke KPKNL, setelah dilakukan pengumuman waktu lelang di media massa maka petugas kantor lelang melakukan pelelangan benda tersebut. Selanjutnya dibuat risalah lelang dan penyerahan hasil lelang kepada pemohon lelang.

        Dengan telah selesainya pelaksanaan eksekusi, maka berkas eksekusi disimpan di Kepaniteraan Hukum untuk diarsipkan. 

        Pengadilan telah menerapkan berbagai aplikasi diantaranya SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) sehingga selain dilakukan pencatatan proses eksekusi secara manual dalam Buku Jurnal Keuangan dan Buku Register, juga dilakukan penginputan dalam SIPP.


Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive

PROSEDUR PENDAFTARAN PERMINTAAN BANDING

PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI.

Diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(pasal 65 dan pasal 233-234)

 

 

- Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap putusan Pengadilan tingkat pertama / Pengadilan Negeri, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
- Permintaan banding tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh Terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum.
- Permintaan banding tersebut diajukan melalui Panitera Pengadilan tingkat pertama / Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender, sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada Terdakwa yang tidak hadir
- Dalam hal Pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh Panitera Pengadilan tingkat pertama dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam berkas perkara.
- Apabila tenggang waktu sebagaimana tersebut di atas telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
- Bahwa permintaan banding dalam perkara pidana dan tindak pidana korupsi tidak dikenakan / dibebankan biaya.

 

(Sumber : PedomanPelaksanaanTugasdanAdministrasiPengadilanBuku II, Cetakan : Ke – 2, ProyekPembinaanTeknisYustisialMahkamahAgung RI 1997).